Gambar dari atas stasiun Gubeng |
Kereta api
adalah salah satu alat transportasi negeri ini yang paling banyak diminati oleh
masyarakat. Bagaimana tidak, untuk tiket ekonomi Tulungagung-Surabaya saja
hanya Rp 5.500. Bandingkan dengan biaya transportasi yang lain seperti bis
misalnya. Untuk perjalanan Tulungagung-Surabaya kita harus merogoh kocek
sebesar Rp 30.000 untuk patas dan Rp 18.000 untuk ekonomi. Untung sudah ada
yang biasa AC, artinya harga ekonomi dengan bis ber-AC.
Berbeda
dengan bus yang sudah mulai dengan AC-Ekonomi, kereta api masih belum beranjak
dari kelas ekonominya. Apa yang bisa kita dapatkan dari kelas ekonomi kereta
api? Adalah kipas angin. Tapi walaupun ada, kipas angin tersebut seringkali
rusak, tidak menyala. “Bagaimana tidak, tiketnya saja sangat murah, kok mau
minta yang macam-macam”, itulah kata-kata yang sering diungkapkan oleh banyak
orang ketika naik kereta ini.
Suasana yang panas, dengan durasi perjalanan yang lama karena harus sering berhenti di stasiun atau sekedar menunggu kereta lain lewat, mengingat jalurnya hanya satu atau jalur tunggal. Tapi hal ini nampaknya tidak menurunkan animo masyarakat untuk menggunakan jasa transportasi ini. Apalagi ketika akhir pekan datang, setiap stasiun pasti akan penuh dengan penumpang, terutama mahasiswa. Mereka menganggap, transportasi jenis ini adalah transportasi yang murah, yang sesuai dengan kantong mereka. Tapi kemurahan harga tiket tidak lantas mengurangi biaya pengeluaran kita selama berada di kereta, apalagi saat kita kehabisan tiket, kita harus berdiri. Atau kalau kita tidak mau berdiri, kita bisa menggunakan gerbong restorasi untuk sekedar menyandarkan badan kita yang mulai capek. Tentu dengan syarat, yakni harus membeli makan atau minum selama berada di gerbong tersebut. Hmm…tidak jadi murah dong??
Setiap
penumpang yang tidak mendapatkan tiket duduk, dan mengambil duduk di gerbong
restorasi harus makan atau minum dengan harga yang sudah ditentukan. Seperti
yang saya alami kemarin, saya harus membeli makan atau minuman saja tapi dengan
syarat, harga harus diatas Rp 6.000. Tak
sedikit pula yang harus rela berpindah dari gerbong tersebut karena tak ingin
membeli makan atau minuman ringan dengan harga diatas harga pasaran. Ketika
itu, saya putuskan untuk membeli mie goreng dan segelas kopi. Ketika saya
amati, ada seorang anak muda seusia saya yang duduk di depan saya. Ternyata memesan
pop mie dan sebotol air mineral walau akhirnya pop mie nya tidak dimakan. Hanya
untuk legalitas supaya dia bisa duduk di gerbong tersebut.
Hal ini
adalah dampak dari pembatasan kursi duduk yang diberlakukan oleh PT.KAI. Walau
banyak sisi positifnya, yakni penumpang tidak perlu berdesak-desakan, tentu hal
ini akan mengorbankan sebagian orang yang ingin menggunakan jasa transportasi
ini karena banyak yang memandang transportasi jenis inilah yang aman dan paling
murah. Lalu, setelah diwajibkan untuk membeli makan dan minuman, bagaimana bisa
menurunkan beban biaya transportasi???? Apalagi buat yang berkantong bolong
seperti saya,,,
3 comments:
restorasi? gerbong makan..?
emang suruh beli makan y mas?
aku kok dak yah?
ato beda kereta dan tujuan kali ya?
apapun ituuu..
i love sepur :D
recommended ga sih naik kreta, asal duduk gpp deh hehe
@Indah Ndut : Iya, di gerbong restorasi...hem, bisa jadi sih, beda kereta beda kebijakan..hehehehe
@Wulan Eka Dalu : Sebenarnya tergantung perasaan kita sih mbak, merasa nyaman atau tidak.tapi tidak ada salahnya juga kok, naek kereta..bisa santai.. :))
Posting Komentar